No Gadget, Please!

21 April 2017

 Tantangan menjadi orangtua di era millennial ini salah satunya adalah adiksi terhadap gawai alias gadget. Tak bisa dipungkiri, kemudahan mengakses hampir apapun di dunia maya tentu membuat kita lupa diri sama sekitar. Semua hal bisa langsung dicari tau. Ponsel pintar jaman sekarang makin canggih, semakin banyak fitur memudahkan pekerjaan. Belum lagi segala macam aplikasi, games yang variatif, kamera dengan kemampuan mumpuni, ubah dan unggah gambar bisa dilakukan sekian menit saja. Pokoknya semuanya serba mudah ditambah makin banyak platform media sosial untuk berinteraksi dengan banyak orang. 

Sebagai orangtua saya merasakan gampangnya googling sesuatu saat saya bingung tentang anak. Misal apa yang mesti dilakukan kalau di umur sekian anak belum tumbuh gigi, anak tiba-tiba tantrum, atau resep MPASI apa lagi ya buat besok. Ambil ponsel, ketik-ketik, there you go, semua informasi tercecer di sana tinggal saring aja mana yang sekiranya diperlukan. 

Jadi ngga heran kan kalau anak sekarang lihai pegang ponsel, karena melihat orangtuanya cukup intens dengan gadget. Itu baru ponsel, belum tablet atau laptop. Ini yang terjadi dengan anak saya Aidan, 17 bulan, sempat ada saat di mana dia 'ketagihan' nonton video di YouTube. Salah kami juga orangtuanya karena memberikan ponsel gitu aja untuk membuat dia tenang. Diputarlah lagu-lagu nursery rhymes yang riang gembira itu untuk mengalihkan perhatian saat dia rewel. Hasilnya, anak kami senang sekali ditambah tepuk tangan lihat kelinci loncat-loncat atau kambing bermimik lucu milik Pak Tani McDonald. ...had a farm ee aaa ee aaaaa ooooo~~~~ 

Menggemaskan sekali rasanya punya bayi saat itu. But wait, ternyata itu hanyalah kesenangan hampa yang kemudian membawa kami pada kesengsaraan (Cinderelaa kali aah hidup sengsara~~~)
Aidan menjadi candu! Belum separah itu, tapi tiap lihat bapaknya pegang ponsel karena mesti jawab telpon atau membalas pesan, dia langsung merengek minta ponselnya juga. Iya, dia minta diputerin video kambing joged di YouTube atau apapun pokoknya dia mau nonton di ponsel. Rengekan yang kemudian menjadi tangisan dan tak jarang dihiasi teriakan 20 kilo hertz yang tentu saja bikin kuping panas. 

Semua drama tadi bisa terjadi beberapa kali sehari dan membuat  gila  ketidakstabilan emosi orangtuanya. Seperti bapak-bapak bersuara sumbang di panggung organ tunggal yang menyanyikan lagu 'Gula-Gula' milik Elvie Sukaesih pada resepsi pernikahan. 'Mana mungkin suamiku pulang ke rumahmu~~~~ mana mungkin suamiku bercinta denganmu~~~'
See? Yaa intinya sudah mengesalkan dan membuat jengkel. 

Akhirnya saya dan suami bertekad untuk stop gadget sama sekali juga tidak menyetel TV. Saya takut candunya makin parah. Salah satu akibat yang sudah terasa, Aidan tidak lagi membuka buku, bahkan tertarik pun tidak. Dan, ini membuat saya sedih. Well, Aidan sudah saya stimulasi dengan buku sejak usia 2 bulan. Dia sangat menikmati dan senang 'membaca' buku. Karena candu gadget ini, Aidan sempat sama sekali ngga tertarik, mungkin sudah keenakan lihat gambar bergerak di Youtube. Tentang buku dan Aidan nanti saya cerita di post berbeda. 

Aidan dan busy board
 Satu lagi akibat gadget, Aidan tidak bisa fokus dan tidak menghiraukan orang sekitarnya (ring a bell?) Dia jadi lebih tempramen dan mudah marah, dan saya rasa hal ini harus dihentikan segera. 
Saya juga perbanyak mainan edukatif dan tambahan buku supaya dia lupa sama nonton di ponsel. Buat saya, selama ada budget, berapapun untuk buku dan mainan edukatif anak akan saya usahakan. 
Saya ngga tahu efek jangka panjang pemberian gadget seperti apa, tapi kalau begini aja menurut saya sudah ngga sehat. 

Setelah satu minggu, Aidan akhirnya lupa akan ponsel. Dia mulai biasa aja kalau lihat ponsel bapaknya. Saya ngga seratus persen bener-bener bebas gadget. Kadang kami masih memberi dia nonton Youtube tapi sebisa mungkin sih ngga, yaaa. Buat saya dan suami, itu adalah opsi terakhir. 

Membaca buku bersama bapake

Pun untuk pemberian TV, sekarang kami kurangi walau tidak sepenuhnya bebas Tv. Kalau saya masak dan Aidan main sendiri, saya setel TV kok. Kebetulan di TV kabel langganan ada channel Baby First TV, dan ini memang channel khusus bayi. Isinya hanya pengenalan warna, binatang, disertai tokoh-tokoh lucu. Pokoknya bayi banget (yeah sure, hence the name). 

Kalau ada yang bilang jangan kenalkan gadget pada bayi, ikuti aja saran itu karena  terbukti lebih bikin anak senewen serta ngga ada faedahnya sama sekali. Tapi yaaa, hareeee geneeeee susah kan yaaa. Mau ngga mau bayi pasti penasaran karena lihat orangtuanya juga. 
Buat saya sih, ini menjadikan saya lebih hati-hati walau agak susah karena kepenatan mengurus anak kadang bisa terhapuskan saat cuci mata di olshop-olshop Instagram. Kalau ada barang bagus diskon apa lagi. Yuk ah!
Semoga kita semua menjadi orangtua yang lebih bijak untuk anak-anak. Salam super! 

2 comments

  1. Meyyy...numpang ngomen. Tulisannya kece dan inspiratif. Lumayan nambah2 keyakinan gw buat bener2 ngejauhin ryu dari gadget. Sejauh ini ryu liat gadget masih cuma masuk mulut sih dan lihat tv dia belum yg suka nonton2 kartun. Dia cuma masih taraf suka liat iklan dan joget dan nyanyi2 ga jelas kalau ada musiknya dan itupun kalau pas tv nyala aja belum sampai yg ngerengek2 minta nyalain. Mau kasih masukan, selain buku2 dan mainan edukatif, mungkin kalau anaknya suka musik, daripada tv atau gadget coba buat kasih dengar radio atau cd2 musik. Gw tiap pagi menjadi pendengar setia radio (jadi gak nyalain tv), dan alhamdulillah cara ini lumayan ampuh jg sih buat ryu ga sering2 lihat tv. Dia seneng denger radio karena banyak musik. Dan akibatnya adalah dia jadi suka joget! (Kalau denger musik denger orang nyanyai) hahahaaa....Semangat mama aidan!Sukses buat dot com nya yaaa hehehee

    ReplyDelete
    Replies
    1. iyaa jesss lebih baik ngga kenal sama sekali dulu. ini gue jadiin pengalaman kalau nanti aidan punya adek deh. beneran ngga ada faedahnya ngasih gadget ituu

      Delete