narasi ulang tahun

20 May 2018





Sedikit ingar tak apa, asal sepi tidak bersemayam lama. Perempuan jingga menatap mirat di atas meja besi berwarna perak serupa pipi burung tepus. Selamat datang tahun yang baru, batinnya pada santiran di depan mata. Perempuan jingga melangkah ke arah jendela memutar perdah membuka tirai, menyambut matahari baru di hari Minggu. Lagi, ia memindai pantulan diri yang nampak di kaca jendela. Aku masih sama tanpa pupur dan palis merah pun aku tetap tak berubah.

Di atas lantai kayu tanpa babut, sepatu balet kelabu memutar diri mengikuti gerakan tubuh sang tuan. Tak ada kidung atau gita berdendang, perempuan jingga menari dengan lincahnya seperti yang ia lakukan setiap tahun di hari itu. Sebuah ritual pemanggil arwah, racaunya pada kuda sumba berbuntut emas, yang bertanya dari jarak tiga depa di depannya. Arwah apa, tanya si kuda lagi. Arwah-arwah masa lalu yang tak kunjung tiba, mungkin tersesat, mungkin juga karena kereta pedati para arwah belum menemukan sais yang tepat. Si kuda berbuntut emas terus bertanya tanpa makna kadang ia bercerita mengenai pelbagai hal yang tak penting. Perempuan jingga mulai jengah. Ingin diusirnya si kuda ini, tapi tak ada ia, tempat ini akan sunyi lagi.

Awalnya tak menggubris, namun lama kelamaan perempuan jingga pun mengacuhkan setiap lakon yang didongengkan si kuda sumba berbuntut emas. Diceritakannya sebuah tempat berpadang rerumputan hijau gadung. Jika datang dari arah barat, akan terlihat sungai berwarna cokelat pekat mengalir deras di sisi kanan.

Itu sungai kakao, kata si kuda, pahit rasanya, tapi kau bisa menambahkan madu yang diambil dari sarang lebah di pangkal pohon Sialang di sisi selatan. Setelah mengambil madu, kau bisa istirahat sejenak di bawahnya sambil menikmati semangkuk kakao yang menjadi manis tadi. Jika berjalan terus ke timur, sungai kakao akan membawa kita ke hilirnya, sebuah danau berwarna perunggu pada siang hari, dan berubah keemasan ketika petang datang.

Duduklah di tepi danau, kau akan mendengar nyanyian merdu para duyung diiringi seruling dari kulit kerang yang dibawakan sangat apik oleh tentara kuda laut. Sebuah nyanyian sendu tentang kekangenan pada bapak ibu dan aroma masa kecil yang merindu. 

Ketiduran pun tak apa. Malam akan memberi kejutan jika kau menengok langit. Puluhan konstelasi bintang berjajar siap menjadi hiburan matamu. Ada si Biduk di utara atau Orion di barat sana. Kau tahu jumlah bintang terlalu banyak sampai kita tidak bisa menghitungnya. Sangat banyak melebihi pasir di pantai manapun. 

...belum selesai si kuda sumba berbuntut emas bercerita mengenai tempatnya berasal, perempuan jingga memotongnya, bawa aku, pintanya. Bawa aku ke sana. Ke sebuah padang rerumputan hijau gadung seperti katamu. Kuda sumba berbuntut emas tersenyum lebar. Bagaimana dengan para arwah? Mereka tak suka tarianku, sudah kelamaan aku menunggu mereka datang, jawab perempuan jingga. 

Dilepasnya sepatu balet kelabu, dan naiklah perempuan jingga ke atas punggung si kuda. Kenapa kau lepas, tanya si kuda sumba. Aku lebih suka warna merah, ujarnya sambil tersenyum.


Minggu, 20 Mei 2018
menuju dekade keempat
Read More

...satu peluk hangat untuk Ibu Wenny

17 May 2018


Saya tidak lagi membuka Twitter untuk cari berita beberapa hari ini. Pengeboman pada pekan lalu di Surabaya buat saya terlalu menyesakkan, terlalu banyak luapan emosi, saya putuskan untuk lihat perkembangannya lewat berita televisi aja. Itupun kalau sempat. Ini bukan soal agama lagi. Tidak perlu jadi Nasrani untuk merasa takut akan teror, tidak harus jadi Muslim untuk merasa kecewa serta marah karena pelaku melabeli dirinya Islam. 

Sampai siang kemarin saya lihat berita di TV mengenai perkembangan jumlah korban. Salah satunya merenggut dua anak laki-laki kakak beradik. Detik itu juga hati saya patah berkeping-keping. Saya ngga bisa menahan tangis melihat sang Ibu melepas dua putra tercinta. Semua emosi berkecamuk, melebur, membaur seperti lava gunung berapi yang akhirnya tumpah lewat air mata. Saya peluk Aidan dan Dastan, dua balita yang kini jadi pelipur segala lara, dua manusia yang memberi saya arti. Akhirnya saya ganti kanal TV ke acara lain karena saya ngga sanggup melihat wajah sang Ibu.

Untuk Ibu Wenny, saya juga ibu dari dua putra. Pengalaman saya masi dangkal dibandingkan ibu, si adik baru berusia 3 bulan. Untuk berempati pun saya bingung bagaimana, karena saya ngga bisa mengerti harus punya perasaan seperti apa jika kehilangan dua anak. Saya kirim pelukan hangat dari Bekasi sini ya Bu.. Ibu Wenny pasti ibu yang sangat kuat sampai Tuhan berikan takdir seperti ini. 

Selamat jalan Nathan dan Evan...
Selamat jalan anak-anak manis, semoga di surga sana ada banyak mainan, buku-buku yang bagus dan taman bermain yang luas ya
Read More

...atau bawa saja pohon kelapa ke Mars!

15 May 2018


Ada hari-hari dimana rasanya saya hanya ingin terkungkung dalam dunia pilihan saya. Dunia dalam imaji bocah berusia dua yang tidak pernah takut jadi apapun. Tak apa jika menjadi mobil pemadam kebakaran tapi tidak berwarna merah. Jadi hamster yang tercebur tumpukan sampah lalu ditolong kodok abu-abu pun terasa sangat menyenangkan. Atau mungkin duduk di teras balkon dan membayangkan serunya jadi layang-layang. Terbang tinggi bersama burung gereja yang hinggap dari satu plafon rumah ke rumah lainnya. Dan bila masih ada waktu, kita bisa jadi masinis kereta malam perjalanan langsung dari Jakarta ke Jerman, jangan lupa belok dulu di Jepang!

Tidak perlu waspada pada apa di luaran sana, juga tidak harus merasa risih dengan reaksi orang-orang. Hanya ada dunia yang gembira untuk dipijak dan diinjak. Duduk di tepi tangga bercengkrama sambil menatap mata sang kekasih hati. Mungkin lebih nikmat jika diselingi kudapan mie goreng instan dan es susu cokelat buatan si asisten rumah tangga.

Jika tanah ini tidak lagi aman untuk kita berlarian, mungkin sudah saatnya kita bangun roket saja. Ada bintang bersinar terlalu terang di atas genting rumah pada penghujung April lalu. Oh, itu Jupiter! Ayo ambil biji pohon mangga, kita bawa oleh-oleh untuk ditanam di sana!
Read More

Motherhood 101





*tulisan ini pernah saya post. entah kenapa sejak ganti URL banyak tulisan ngga muncul. saya post ulang karena tulisan ini menjadi salah satu fragmen penting dalam hidup saya. tsaeeeaaah 

Tiga minggu pertama kelahiran Aidan (anak pertama saya) adalah waktu terberat yang pernah saya rasakan seumur hidup saya. Berbagai penyesuaian diri dan adaptasi sebagai ibu ternyata bukan hal yang mudah sama sekali. Kalo inget drama percintaan jaman remaja dulu *halah* ngejar gebetan, berantem sama sahabat sendiri gara-gara cowok, perang dingin sama senior di kampus, ternyata ga ada apa-apanya dibanding dengan drama menjadi ibu baru.

Belom reda sakitnya jahitan persalinan, saya harus masuk lagi ke fase menyusui dan ga segampang itu! Menyusui bukan cuma perkara buka beha terus anaknya minum susu. Ini jauuuuh lebih susah dari bayangan saya. Semua teori yang saya pelajari selama hamil, ga ada bekasnya ketika dihadapkan dengan prakteknya langsung. Minggu pertama jadi ibu, saya beneran clueless. Ngga ngerti harus diapain ini anak. Proses menyusui pun bener2 bikin lelah dan frustasi. Saya sempat mengalami puting lecet yang ampuuun deh ini lebih sakit dari sakit gigi bahkan rasanya lebih nyeri dibandingkan ngelahirin itu sendiri. Tiap menyusui saya harus nahan sakit karena lecet tadi bahkan sampe nangis.

Tiap malam saya seperti digebukin dan badan saya terasa remuk. Beberapa hari pertama saya bisa terbangun sepanjang malam karena anak ini nangis terus. Pernah saya sampe ngerasa 'tawar' dan bodo amat. Terserah itu bayi mau nangis semaleman atau gimana, saya ga mau tau *jahat yaa*

Walau pun suami ikut nginep di rumah sakit dan tidur di kamar saya, tapi kok ngga ngaruh yaaa. Saya sempet sebel pengen ngelempar baskom ke suami karena dia bisa tidur pules les les, sementara saya harus berjibaku menenangkan si bayi. Mungkin juga suster2 di Hermina Bekasi kesel sama saya, karena ngangkat bayi dari tempat tidur aja saya mesti nge-bell mereka. huhahahhaha

Hari ke-3, saya dihadapkan lagi pada kenyataan kalo bilirubin Aidan tinggi. Waktu itu sampe 14, di atas normal dan harus difototerapi. Sedih banget padahal hari itu harusnya sudah bisa pulang. Karena masih panik, saya putuskan untuk memperpanjang masa inap saya di Hermina. Selain harus nyusuin Aidan, saya ngerasa di RS banyak suster yg bantuin. Ditambah makanan di sini enak-enak. Duh, beneran deh, saya merasa keenakan nginep di Hermina. Dari sarapan, snack sampe makan malem beneran enakkk semua. Roti biasa yg kaya di warung2 aja rasanya enak banget dan ini juga approved by suami. Mungkin karena ini bukan menu orang sakit yaa. Plus saya juga ga ada diet khusus jadi apapun saya makan.

Jadilah saya nginep di RS sampe satu minggu. Hari ke-7, Aidan dibolehkan pulang, dengan bilirubin belum normal waktu itu masih 12,8 tubuhnya pun masih terlihat sangat kuning (angka normal bilirubin itu dibawah 10) dan dijadwalkan kontrol 3 hari lagi. Saya juga ngerasa udah kelamaan di RS dan pengen perawatan di rumah. Berdasarkan diagnosis, penyebab bilirubin Aidan tinggi adalah inkompabilitas AOB. seperti ibu-ibu baru pada umumnya, saya tentu panik dengan bilirubin tinggi ini. Mana kata DSAnya Aidan, kuning karena beda golongan darah ini bisa lebih lama daripada kuning fisiologis yang lebih 'normal' (artinya memang bayi kuning karena kerja hati belum sempurna, bukan patologis--seperti golongan darah tadi). 

Di rumah saya usahakan ngikutin saran orang-orang, yaitu dijemur. karena kuning pada newborn ini obatnya emang dijemur dan minum ASI sebanyak mungkin. Oya, alhamdulillah ASI saya lancar, mungkin karena saya sih percaya diri aja dan selalu afirmasi positif soal ASI ini. Lecet pada puting saya pun berkurang  walau kadang masih nyeri saat menyusui, tapi jauh lebih baik dibanding awal2 kemaren. 

 Newborn baby itu kan lebih banyak tidur ya, jadi kegiatan menyusui ini lumayan peer juga. Saya harus bangunin Aidan tiap 2 jam, kalo malem saya pasang alarm biar bisa nyusuin dia. Kadang juga saya bangunin tiap 4 jam, karena saya pengen tidur lamaan dikit *dikeplak*.

Masuk minggu ke-2, Aidan masih kuning aja. Saya berusaha tenang dan menganggap ini masi normal karena kan dia baru beradaptasi sama dunia luar. Sampai pada test lab selanjutnya, ternyata bilirubin Aidan naik ke angka 16.30. Haduuhhh, dunia kaya mau runtuh *ga lebay kok* mata saya udah berair, ga tahan pengen nangis sejadi-jadinya. Emang sih, seluruh tubuhnya kuning sampe ke mata dan lidah. Badannya juga lemes kaya ga ada tenaganya. DSA-nya langsung nyuruh rawat inap untuk fototerapi. Karena ngga memungkinkan untuk nginep di RS, maka selanjutnya saya harus mompa ASI dan dikirim maksimal 3 jam sekali. Karena fototerapi akan membuat bayi cepet haus, maka ASI yang dibutuhkan bisa lebih banyak dari yg seharusnya. 

Rasanya itu hari-hari paling berat buat saya. tiap hari kerjaan saya hanya mompa ASI, trus makan, mompa lagi. Kalo siang sampe sore, saya ikut nganterin ASI ke rumah sakit. Yang malem ke pagi, bapaknya aja. Tiap liat Aidan di-fototerapi, badan saya lemes rasanya. Dia nampak ngga betah klo matanya harus ditutup begitu. 

Lima hari dirawat, Aidan pulang dengan bilirubin 11, 4. Alhamdulillah, udah normal palingan disuruh jemur dan minum ASI aja. 


Ternyata cobaan beratnya dimulai dari siniiii, pemirsa!


Karena masih tinggal sama nyokap, urusan mandiin bayi dipegang nyokap (Hamdalah!). Saya nyusuin tiap 2 jam sekali. Jaitan persalinan masi berasa cenat-cenutnya.Setelah satu minggu di rumah, saya ngerasa kok si bayi nampak kurus aja. Waktu itu udah mikir ini anak ngga nambah apa ya beratnya Dan bener aja dong! Kontrol ke RS, pas ditimbang berat Aidan belom nambah sama sekali. Malahan turun. Jadi dalam 2 minggu ini, beratnya ga nambah. DSAnya bilang Aidan kena Tongue Tie. Sebelnya, DSA waktu itu malah nyaranin kasih sufor aja. Saya ngga anti sufor ya, cuma saya ngerasa ASI saya cukup banget nget nget. Jadi resep sufor itu buat saya opsi terakhir. Atas saran temen, saya minta second opinion ke dokter lain. JAdilah saya dan suami menemui DSA yang juga konsuler laktasi di Hermina Bekasi. 

Dan kata DSA kedua : iya, Aidan emang positif tongue tie. Duh, saya merasa kok ini ngga abis2, baru aja saya seneng bilirubin dia turun dan normal, sekarang tongue tie apalah ini. Dokter yang ini minta observasi dulu, ngga harus tindakan insisi. Posisi menyusui saya dibetulin, perlekatan bayi juga dibenerin. Satu minggu kemudian saya disuruh balik.

Dan coba yaaaa ibu-ibu bikin anak gemuk itu sungguh perjuangan sekali. Saya ngga tau harus gimana ceritanya. pokoknya hampir tiap malem saya bisa nangis sendirian karena capek. Ngerasa sendiri karena tengah malem saya harus bangun menenangkan bayi nangis. Mau minta bantuin orang lain, tapi anaknya kan nyusu dari saya. 

Saya juga nyoba ngasi ASI perah tapi anaknya susah minum lewat cupfeeder atau sendok. Dan saya masi keukeuh untuk ngga ngasi Aidan dot. Jadilah ASIP saya kebuang gitu aja. hiks.

Satu minggu berlalu...

berat Aidan naik, 400 gram lebih! DSAnya sampe nyuruh timbang ulang hahaha. Jadilah tongue tie ini diobservasi lagi. Minggu depan disuruh balik lagi untuk lihat apakah kenaikannya signifikan. Alhamdulillah, minggu-minggu selanjutnya berat Aidan naik terus. Dalam sebulan naik sekitar 1 kg. Duh, rasanya saya bahagia banget. Hari-hari berat sampe ngga tidur rasanya terbayarkan. Beneran saya rela remuk redam asal, anak sehat tumbuh kembangnya. 

Sekarang Aidan udah 11 minggu, beratnya udah 6 kg! Anaknya udah mulai ketawa dan senyum-senyum kalo diajak ngobrol. Pokoknya ya ibu-ibu, jangan khawatir dulu klo anak kena Tongue tie, selama tidak mengganggu proses menyusui, dalam arti berat anak naik dan ibu tidak merasa sakit, kayanya ngga mesti ada tindakan insisi. Kalo kata DSA Aidan, dampak tongue tie ini bisa jadi cadel, tapi soal pinter ngomong atau ngga itu tergantung perkembangan otak. Lagian emaknya Aidan juga cadel, dan teteup sehat :))



Read More

Ready, Set, SCROLL!

07 April 2018


Sebagai ibu rumah tangga yang baru punya bayi, saya tentu lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Alhamdulillah awal Februari kemarin saya resmi menyandang status baru sebagai ibu dari 2 anak. Melelahkan pasti, tambah stress, absolutely! Bahkan saya sempet kepikiran mungkin ini terlalu cepet untuk nambah anak lagi (maneh kuduna mikir ini sebelom hamil kaleee) hahaha tapi pikiran-pikiran seperti ini tidak mengurangi rasa syukur saya diamanahkan anak lagi. Oke, soal bagaimana adaptasi dengan dua anak nanti akan saya tulis (kalau sempet) di post lain.

Jadi karena saya banyakan di rumah, hiburan saya selain tangisan newborn baby dan rengekan balita, salah satunya adalah media sosial. Saya paling sering nengok Pinterest, untuk cuci mata dan cari inspirasi *tsaah. Belakangan rajin nge-tweet lagi karena pengen aja nyampah random. Dan tentu saja Instagram! Awalnya karena sering cari barang via penjual di IG kemudian saya jadi ‘jatuh suka’ dengan ke-random-an yang saya temukan di Instagram.

Ada yang posting resep masakan, jualan baju, tutorial hijab, tips parenting, dan tentu saja padu padan busana yang lalu memunculkan tagar Outfit of The Day alias #OOTD. Dari Instagram juga kemudian bermunculan selebgram—semacam selebritas tapi nanggung gitu. Jadi terkenal cuma di pengguna Instagram ajah. Di dunia nyata, pasti banyak yang malah ngga peduli selebgram saposeee?

Saya sih seneng yaa lihat orang-orang posting #OOTD, kadang kalau suka sama yang dipakai—baju, kerudung atau tas saya jadi bisa tau itu beli di mana, merk apa, harga berapa trus saya kasih lihat ke Pak Suami deh. Sukur-sukur dia paham maksud saya ya hahahaa. Seringnya sih pura-pura ngga ngerti.

Masalah #OOTD ini tentu bikin kita jadi terpacu untuk dapetin foto yang bagus. Ngga jarang malah jadinya bikin repot orang-orang sekitar. Pernah saya ada temen rajin banget posting foto #OOTD dia di Instagram. Pokoknya tiap jalan bareng mestiiii minta difotoin from head-to-toe for the sake of showing off her outfit that day. Ya kalau foto sekali beres sih oke ya, ini tentu saja berkali-kali sampai dapet foto yang dirasa sempurna. Baik dari ekspresi wajah, pencahayaan, pose dan lain-lain padahal ujung-ujungnya pake filter jugaaaa.


Saya ngga menggeneralisir ya, ngga semua orang kaya temen saya tadi. Ini cuma berdasarkan apa yang saya alami, eh tapi terdengar familiar juga, kan? Huehehehe~

Selain #OOTD tadi, yang tentu saja bikin Instagram rame adalah akun-akun gosip. Jujur saya dulu follow akun lambe-lambean itu. Awalnya cuma buat fun, bahan ketawa aja, sampai akhirnya saya tobat. Saya merasa lama kelamaan kok posting-nya sudah terlalu masuk ke ranah pribadi—termasuk soal rumah tangga. Walau saya masih suka gosip tapi saya tuh paling anti kalau udah bahas soal ‘dapur’ orang. Yaa buat apa?

Sampailah kemudian muncul istilah ‘Pelakor’ alias perebut laki orang. Padahal ngga ada yang ngerebut dan direbut juga sih, lha ya namanya selingkuh itu kan dua pihak yang sadar dan mau kan? Kalau Saya melihat dari sisi istri yang suaminya ‘direbut’, bisa saya pahami sih kenapa menumpukan kesalahan pada pihak perempuan. Well..
Istilah pelakor ini muncul karena banyaknya postingan viral mengenai perempuan yang berhubungan dengan suami orang. Entah itu postingan foto yang diunggah si pelakor sendiri atau pihak istri lakor-nya (?) Dan kalau postingan soal pelakor sudah masuk akun gosip dijamiin akan rame sekalii! Terutama sumpah serapah ibu-ibu.

Nah, dari semua konten di media sosial khususnya Instagram, yang membuat keriaan serta keseruan ber-medsos tidak lain tidak bukan adalah komentar netizen! Sering ngga sih kita temuin komentar orang yang bikin kita mengernyitkan dahi. Sampe mikir, gila ini orang mikir dua kali ngga sih buat nulis begini. Bisa karena komentarnya ngga nyambung, kalimat yang merendahkan, or simply kata-katanya kasar. Pasti pernah kan?

Berterimakasihlah kepada kuota internet murah dan ponsel pintar yang juga makin beragam plus murah dan bisa dicicil. It’s good to know internet sudah bisa menjangkau banyak kalangan. Tapi sayangnya banyak juga pengguna internet yang belum sadar kalau dunia maya itu ya selayaknya dunia nyata. Ngga bisa ngomong asal njeplak dan seenaknya apalagi sama orang yang ngga kita kenal beneran. 

Saya pun sadar apapun yang kita unggah ke media sosial manapun, siap atau ngga kita mesti terima konsekuensinya. Unggah foto sama pacar baru, ya jangan heran kalau jadi pertanyaan oleh banyak temen. Ngga terus ngerasa temen-temen rese karena pada kepo atau apa, kan kamu sendiri yang posting. Atau kalau kamu curhat masalah pribadi di Instagram stories, harus terima kalau ada orang respon negatif atau pun positif.

Kita ngga bisa mengontrol komentar atau apapun yang orang pikirkan, tapi kita bisa mengontrol apa yang mau kita unggah di media sosial. Makanya saya heran waktu beberapa waktu lalu ada istrinya seseartis curhat masalah rumah tangga dia, trus jadi rame di Instagram trus si istri ngerasa dizolimi sama netizen. Laaahh kan si Mbaknyaaa duluan yang curhat segala rupa, ada aksi ada reaksi. Sayangnya reaksi yang diterima si Mbak ini negatif semua.

Sebelum saya udahan, saya mau kasih tau lima akun Instagram yang lebih berguna untuk diikuti ketimbang akun gosip. 


1. Indoestri, kalau ada yang mau belajar bikin sesuatu bisa tengkok akun ini. Setiap akhir pekan mereka selalu punya kelas. Misal, kelas membuat leatherwork, bikin terrarium, wood working atau kelas entrepreneurship. Saya belum pernah coba sih, karena belom sempat dan waktunya selalu ngga tepat. Tapi pasti nanti mau coba. 


2. Maubelajarapa, sama seperti Indoestri, di sini juga tersedia informasi mengenai kelas yang bisa kita ikuti. Lebih bervariasi dan banyak pilihan sih. Ada baking class, fotografi, belajar melukis bahkan kursus singkat soal fashion. Lumayan kalau penat sama kegiatan kantor atau lagi pengen ilmu baru. 


3. TheDadLab. Salah satu akun keluarga favorit saya karena banyak inspirasi kegiatan seru—terutama sains, yang bisa dilakukan sama anak-anak. Sergei Urban—sang ayah punya banyak tips dan sering berbagi pengalaman tentang gimana membuat dua anak balitanya belajar hal baru. Dan anak-anaknya ini lucu bangeeet (...bapaknya juga sih)

4. Rainbowcastleid. Sebuah klinik psikologi yang sering berbagi tips mengenai tumbuh kembang anak. Kalau ada waktu bisa juga ikut webinar—seminar online yang diadakan hampir tiap pekan. Banyak ilmu parenting yang dibagikan di sini langsung dari pakarnya. Buat orangtua seperti saya yang kadang clueless menghadapi anak, bisa juga konsultasi sama mereka.

5. Jouska_id. Mimin Jouska yang baik hati selalu memberi wejangan finansial yang kadang bikin kita jlebb! Hahahhaa. Beberapa kali merasa 'tertusuk' urusan finansial kalau stalking akun ini. Tapi demi masa depan lebih cerah serta sekolah anak yang bagus juga liburan ke luar negeri tiap tahun mariiii kita ‘tertusuk-tusuk’ dahulu~~

Selain lima akun di atas, saya juga follow beberapa akun National Geography serta fotografer mereka. Street photographer seperti @a_ontheroad atau @the.geographer juga favorit saya. Intinya sih pilih following yang menyenangkan yang bikin kita jadi orang yang lebih positif. Daripada lihat akun gosip mesti deh bawaannya pengen nyinyir juga. Hahaha. Saya lebih senang lihat pemandangan juga akun jualan tas atau akun resep masakan, walau ngga tau kapan dipraktekin yang penting follow aja dulu. Oke deh segini dulu. See ya when I see ya!

Read More

Menuju #30

05 April 2018


Tahun ini saya akan menginjak usia 30. Agak belum terima sih, walau status sudah beranak 2 tapi kok umur 30 rasanya tua sekali—ini pemikiran saya 15 tahun lalu, tapi sekarang pun masih kepikiran begini. Bagaimana orang-orang di umur 30an harus bersikap, masalah hidup makin pelik kah? (Duileeh pake nanya)

Dan juga masih banyak keinginan dan mimpi saya yang belum terwujud di umur 20an. Salah satunya saya mau bikin buku. Bukan buku deng tapi bikin cerita fiksi, lalu dibukukan. Ngga untuk dikomersilkan sih, saya juga ngga yakin ada yang mau beli—tapi buat disimpen sebagai hasil imajinasi dan pikiran saya. Cerita apa saya belum tau. Makanya bukunya ngga jadi-jadi. Though I’m not a good storyteller, but I’m willing to give myself some shot.

Serius loh mengarang cerita itu susaaaah sekali. Bahkan bikin cerita pengantar tidur untuk anak saya aja, saya tuh cupu banget. Pernah saya buat cerita tentang Si Kura-Kura dan Buaya. Kura-kura lagi minum air di pinggir sungai, trus Buaya lewat, mereka lalu berteman tapi Buaya lapar jadi Kura-kura dimakan deh. Anak saya diem aja bengong hahaha. Trus dia ambil buku cerita dia, minta dibacain aja. See? I’m so lack of imagination but again I would like to challenge myself making one. Tahun lalu sebenernya berencana untuk membuat buku sebagai kado ulang tahun ke-30 tahun ini. Kenyataannya, punya draft aja ngga. Semua ide cuma jadi coretan di notes ponsel aja. Belom sempet eksplor dan kembangkan lagi jadi suatu cerita. *tsaeeelah

Anyway, itu cuma salah satu aja dari banyak keinginan yang pengen diwujudkan di usia yang baru. Semoga saya ngga terlalu malas dan banyak alesan untuk paling ngga bikin satu aja cerita yang bagus. Aseekk. Mohon doanya ya! 

Kata netijen : doa saja ngga cukup karena 


Oke deh segitu dulu, see ya when I see ya!
Read More